Rabu, 31 Desember 2014

© Manufacture of Oxalic Acid from Molasses

Asam oksalat, HOOC-COOH, atau asam ethanedioat dengan berat molekul 90.04, adalah asam dicarboksilat paling sederhana. Ia larut dalam air dan berperan sebagai asam kuat. Dalam alam tidak ada asam oksalat dalam bentuk anhidrat dan secara komersial tersedia sebagai asam oksalat dihidrat, C2H2O4.2H2O, berat molekul 126.07. Produk komersial dikemas dalam karung polyethylene atau container yang fleksibel. Asam oksalat anhidrat dapat dibuat secara efisien dari dihidrat dengan distilasi azeotropik dalam solven dengan titik didih rendah yang dapat membentuk azeotrop air seperti benzene dan toluene.
Asam oksalat dibuat untuk pertama kali pada tahun 1776 oleh Scheele melalui oksidasi gula dengan asam nitrat. Kemudian Wuhler membuatnya dengan hidrolisis cyanogens pada 1824.
Garam potassium atau calcium asam oksalat terdistribusi secara luas dalam dunia pertanian. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani oxys, yang berarti tajam atau bersifat asam, mengacu pada sifat asam umum yang terdapat pada tanaman tertentu ( notabene Oxalis dan Rumex ) darimana dia diisolasi pertama kali. Tanaman lain yang mengandung asam oksalat adalah bayam, kelembak dan lainnya. Asam oksalat adalah hasil metabolisme jamur atau bakteri yang juga terjadi pada urine manusia dan hewan; garam calcium adalah bagian penting dari batuan ginjal.
Asam oksalat digunakan dalam  banyak industry, seperti proses dan pembuatan textile, treatment permukaan logam, penyamakan kulit, produksi cobalt, dan proses pemisahan dan pemulihan elemen tanah yang jarang. Asam oksalat juga dikonsumsi dalam produksi agrokimia, farmasi dan turunan kimia yang lain.
Asam Oksalat Anhidrat. Bentuk asam oksalat anhidrat Kristal bening dan tak berbau. Ada dua bentuk Kristal rhombic atau bentuk α dan monoklinik atau bentuk β. Kristal rhombik secara termodinamika stabil pada suhu ruang, tetapi bentuk monoklinik adalah metastabil atau slightly stable. Perbedaan utama antara bentuk rhombik dan monoklinik ada pada titik beku yaitu 189.5°C dan 182°C.
Asam oksalat anhidrat secara normal meleleh dan dekomposisi secara simultan pada 187°C. Sublimasi mulai di bawah 100°C dan semakin cepat pada 125°C; dekomposisi parsial selama sublimasi pada 157°C. Asam oksalat anhidrat adalah hidroskopis dan menyerap uap air di udara untuk membentuk dihidrat.
Asam oksalat anhidrat sangat larut dalam pelarut polar. Konstanta ionisasi K1 jika dibandingkan dengan asam mineral kebanyakan.
Asam Oksalat Dihidrat. Asam oksalat dihidrat berupa kristal bening dan tak berbau dengan bentuk prisma atau butiran  dengan kandungan asam oksalat anhidrat 71.42% dan 28.58% air. Saat asam oksalat dihidrat dipanaskan hati-hati sampai 100°C maka akan kehilangan air dan menjadi asam oksalat anhidrat. Sebaliknya jika dipanaskan secara cepat maka akan meleleh pada suhu 101.5°C.
Asam oksalat dihidrat larut dalam air. Kelarutannya naik dengan kenaikan suhu. Asam oksalat anhidrat sangat larut dalam pelarut polar, seperti methanol, ethanol, acetone, dioxane, dan tetrahydrofuran, tetapi tidak larut dalam benzene, chloroform dan ether. Kelarutan dihidrat dalam diethyl eter (1.47 g/100 g solven) berbeda dari bentuk anhidrat (23.6 g/ 100 g solven).

REAKSI KIMIA

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C6H12O6  + 12 HNO3     ====>     3 (COOH)2.2H2O     +   3 H2O + 3 NO   +  9 NO2
(glukosa)                                      (asam oksalat dihidrat)

Reaktor yang digunakan adalah reactor alir tangki berpengaduk (RATB/CSTR) berjumlah 3 yang disusun seri dengan waktu tinggal masing-masing reactor 45 menit. Reaksi oksidasi ini bersifat eksotermis (mengeluarkan panas) sehingga untuk menjaga suhu reaksi tetap 71°C diperlukan pendinginan. Pendingin yang digunakan adalah air pendingin yang dimasukkan ke dalam coil dan dicelupkan dalam reactor.   
Reaksi bisa berjalan dengan baik akan diperlukan katalisator vanadium pentoksid V2O5 dan juga asam sulfat. Asam sulfat yang diperlukan sebesar 11 kali mol glukosa umpan,  sedangkan V2O5 yang dibutuhkan sebesar 0,03% massa asam sulfat. Kondisi operasi di reactor suhu 71°C dengan tekanan operasi 1,2 atm dengan konversi glukosa bereaksi sebesar 86%.

© Manufacture of Oxalic Acid from Glukosa and HNO3

Asam oksalat, HOOC-COOH, atau asam ethanedioat dengan berat molekul 90.04, adalah asam dicarboksilat paling sederhana. Ia larut dalam air dan berperan sebagai asam kuat. Dalam alam tidak ada asam oksalat dalam bentuk anhidrat dan secara komersial tersedia sebagai asam oksalat dihidrat, C2H2O4.2H2O, berat molekul 126.07. Produk komersial dikemas dalam karung polyethylene atau container yang fleksibel. Asam oksalat anhidrat dapat dibuat secara efisien dari dihidrat dengan distilasi azeotropik dalam solven dengan titik didih rendah yang dapat membentuk azeotrop air seperti benzene dan toluene.
Asam oksalat dibuat untuk pertama kali pada tahun 1776 oleh Scheele melalui oksidasi gula dengan asam nitrat. Kemudian Wuhler membuatnya dengan hidrolisis cyanogens pada 1824.
Garam potassium atau calcium asam oksalat terdistribusi secara luas dalam dunia pertanian. Nama ini diturunkan dari bahasa Yunani oxys, yang berarti tajam atau bersifat asam, mengacu pada sifat asam umum yang terdapat pada tanaman tertentu ( notabene Oxalis dan Rumex ) darimana dia diisolasi pertama kali. Tanaman lain yang mengandung asam oksalat adalah bayam, kelembak dan lainnya. Asam oksalat adalah hasil metabolisme jamur atau bakteri yang juga terjadi pada urine manusia dan hewan; garam calcium adalah bagian penting dari batuan ginjal.
Asam oksalat digunakan dalam  banyak industry, seperti proses dan pembuatan textile, treatment permukaan logam, penyamakan kulit, produksi cobalt, dan proses pemisahan dan pemulihan elemen tanah yang jarang. Asam oksalat juga dikonsumsi dalam produksi agrokimia, farmasi dan turunan kimia yang lain.
Asam Oksalat Anhidrat. Bentuk asam oksalat anhidrat Kristal bening dan tak berbau. Ada dua bentuk Kristal rhombic atau bentuk α dan monoklinik atau bentuk β. Kristal rhombik secara termodinamika stabil pada suhu ruang, tetapi bentuk monoklinik adalah metastabil atau slightly stable. Perbedaan utama antara bentuk rhombik dan monoklinik ada pada titik beku yaitu 189.5°C dan 182°C.
Asam oksalat anhidrat secara normal meleleh dan dekomposisi secara simultan pada 187°C. Sublimasi mulai di bawah 100°C dan semakin cepat pada 125°C; dekomposisi parsial selama sublimasi pada 157°C. Asam oksalat anhidrat adalah hidroskopis dan menyerap uap air di udara untuk membentuk dihidrat.
Asam oksalat anhidrat sangat larut dalam pelarut polar. Konstanta ionisasi K1 jika dibandingkan dengan asam mineral kebanyakan.
Asam Oksalat Dihidrat. Asam oksalat dihidrat berupa kristal bening dan tak berbau dengan bentuk prisma atau butiran  dengan kandungan asam oksalat anhidrat 71.42% dan 28.58% air. Saat asam oksalat dihidrat dipanaskan hati-hati sampai 100°C maka akan kehilangan air dan menjadi asam oksalat anhidrat. Sebaliknya jika dipanaskan secara cepat maka akan meleleh pada suhu 101.5°C.
Asam oksalat dihidrat larut dalam air. Kelarutannya naik dengan kenaikan suhu. Asam oksalat anhidrat sangat larut dalam pelarut polar, seperti methanol, ethanol, acetone, dioxane, dan tetrahydrofuran, tetapi tidak larut dalam benzene, chloroform dan ether. Kelarutan dihidrat dalam diethyl eter (1.47 g/100 g solven) berbeda dari bentuk anhidrat (23.6 g/ 100 g solven).

REAKSI KIMIA

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

C6H12O6  + 12 HNO3     ====>     3 (COOH)2.2H2O     +   3 H2O + 3 NO   +  9 NO2
(glukosa)                                      (asam oksalat dihidrat)

Reaktor yang digunakan adalah reactor alir tangki berpengaduk (RATB/CSTR) berjumlah 3 yang disusun seri dengan waktu tinggal masing-masing reactor 45 menit. Reaksi oksidasi ini bersifat eksotermis (mengeluarkan panas) sehingga untuk menjaga suhu reaksi tetap 71°C diperlukan pendinginan. Pendingin yang digunakan adalah air pendingin yang dimasukkan ke dalam coil dan dicelupkan dalam reactor.   
Reaksi bisa berjalan dengan baik akan diperlukan katalisator vanadium pentoksid V2O5 dan juga asam sulfat. Asam sulfat yang diperlukan sebesar 11 kali mol glukosa umpan,  sedangkan V2O5 yang dibutuhkan sebesar 0,03% massa asam sulfat. Kondisi operasi di reactor suhu 71°C dengan tekanan operasi 1,2 atm dengan konversi glukosa bereaksi sebesar 86%.


Minggu, 16 November 2014

© Manufacture of Stearic Acid from Palm Oil

Asam stearat adalah asam lemak jenuh dengan rantai 18-karbon dan memiliki nama IUPAC asam oktadekanoat. Ini adalah lilin yang padat, dan rumus kimia CH3(CH2)16CO2H. Namanya berasal dari kata Yunani στέαρ "Stear", yang berarti lemak. Garam dan ester dari asam stearat disebut stearates. Asam stearat adalah salah satu asam lemak jenuh yang paling umum ditemukan di alam diikuti asam palmitat.
Asam stearat  pada suhu  ruang berupa padatan/kristal  dengan warna putih. Asam ini  memiliki aroma yang khas. Ia sedikit larut dalam air, titik leburnya 69,6°C dan titik didihnya 376,1°C.
Sebagai komponen lemak, asam stearat terdapat di banyak lemak hewan dan sayuran dan minyak, tetapi lebih banyak lemak hewani (hingga 30%) dibandingkan lemak nabati (biasanya <5%). Pengecualian penting adalah lemak coklat, dimana kandungan asam stearat (sebagai trigliserida) adalah 28-45%. Asam stearat komersial seringkali campuran asam stearat dan palmitat, meskipun asam stearat murni tersedia. Trigliserida yang berasal dari tiga molekul asam stearat disebut stearin. Dalam hal biosintesis nya, asam stearat diproduksi dari karbohidrat melalui alat sintesa asam lemak.
Secara umum, aplikasi asam stearat mengeksploitasi karakter bifunctional, yaitu group polar yang dapat menyerang ke kation logam dan rantai nonpolar yang dapat larut dalam pelarut organik. Kombinasi ini mengarah ke penggunaan sebagai surfaktan dan agen pelunakan. Asam stearat mengalami reaksi khas asam karboksilat jenuh, yang menonjol reduksi menjadi stearil alkohol, dan esterifikasi dengan berbagai alkohol. Hal ini digunakan dalam berbagai macam manufactures, dari yang sederhana sampai perangkat elektronik yang kompleks.
Asam stearat terutama digunakan dalam produksi deterjen, sabun, dan kosmetik seperti sampo dan produk krim cukur. Sabun tidak dibuat langsung dari asam stearat, namun secara tidak langsung dengan saponifikasi trigliserida yang terdiri dari ester asam stearat. Ester asam stearat dengan etilena glikol, glikol stearat, dan glikol distearat digunakan untuk menghasilkan efek mutiara dalam shampoo, sabun, dan produk kosmetik lainnya. Mereka ditambahkan ke produk dalam bentuk cair dan dibiarkan mengkristal dalam kondisi yang terkendali. Deterjen yang diperoleh dari amida dan kuarteneri alkylammonium turunan dari asam stearat.
Mengingat tekstur yang lembut dari garam natrium, yang merupakan komponen utama dari sabun, garam lainnya juga berguna untuk sifat pelumas mereka. Lithium stearat merupakan komponen penting dari pelumas. Garam stearat seng, kalsium, kadmium, dan timbal yang digunakan untuk melunakkan PVC. Asam stearat digunakan bersama dengan minyak jarak untuk mempersiapkan pelembut dalam tekstil. Mereka dipanaskan dan dicampur dengan potas api atau soda kaustik. Garam terkait juga sering digunakan sebagai agen pelepas, misalnya dalam produksi ban mobil.
Asam lemak merupakan komponen klasik pembuatan lilin. Asam stearat digunakan bersama dengan gula sederhana atau sirup jagung sebagai pengeras dalam permen. Asam stearat digunakan untuk menghasilkan suplemen makanan. Dalam kembang api, asam stearat sering digunakan untuk serbuk logam mantel seperti aluminium dan besi. Hal ini untuk mencegah oksidasi, sehingga komposisi dapat disimpan untuk jangka waktu yang lama. Asam stearat merupakan pelumas umum selama injection molding dan menekan bubuk keramik. Hal ini juga digunakan sebagai pelepas cetakan untuk busa lateks yang dipanggang dalam cetakan batu.  

Senin, 03 November 2014

© Manufacture of Palmitic Acid from Palm Oil


        Asam palmitat, atau disebut asam heksadekanoat dalam nomenklatur IUPAC, adalah asam lemak yang paling umum ditemukan pada hewan, tumbuhan dan mikroorganisma. Rumus kimianya adalah CH3(CH2)14COOH. Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, itu adalah komponen utama minyak dari pohon kelapa (kelapa sawit, inti sawit, dan minyak inti sawit), tetapi juga dapat ditemukan dalam daging, keju, mentega, dan produk susu. Palmitat adalah istilah untuk garam dan ester dari asam palmitat. Anion palmitat adalah bentuk asam palmitat pada pH fisiologis (7,4). 
Garam Aluminium asam palmitat dan asam naftenat digabungkan selama Perang Dunia II untuk menghasilkan napalm. Kata "napalm" berasal dari kata asam naftenat dan asam palmitat.
Asam palmitat terutama digunakan untuk memproduksi sabun, kosmetik, dan agen rilis. Aplikasi ini memanfaatkan natrium palmitat, yang umumnya diperoleh melalui saponifikasi minyak sawit. Untuk tujuan ini, minyak kelapa sawit ditreatment dengan natrium hidroksida (dalam bentuk soda kaustik atau lye), yang menyebabkan hidrolisis kelompok ester dalam minyak sawit. Prosedur ini menghasilkan gliserol dan natrium palmitat. 
      Karena murah dan menambah tekstur makanan olahan (kenyamanan makanan), asam palmitat dan garam natrium palmitat ditemukan digunakan secara luas dalam bahan makanan. Natrium palmitat diizinkan sebagai aditif alami dalam produk organik. Hidrogenasi asam palmitat menghasilkan setil alkohol, yang digunakan untuk memproduksi deterjen dan kosmetik. 
     Baru-baru ini, sebuah obat antipsikotik long-acting, paliperidone palmitat (dipasarkan sebagai INVEGA Sustenna), digunakan dalam pengobatan skizofrenia, telah disintesis menggunakan ester palmitat berminyak sebagai media rilis pembawa long-acting ketika disuntikkan ke dalam intramuskular. Metode yang mendasari pemberian obat mirip dengan yang digunakan dengan asam dekanoat untuk memberikan obat depot long-acting, khususnya, neuroleptik sebagai haloperidol dekanoat.

REAKSI KIMIA

    Asam palmitat dapat dihasilkan dari fraksinasi asam lemak  yang diperoleh dari proses pengubahan minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses hidrolisis. Asam palmitat pada suhu ruang berupa padatan/kristal  dengan warna putih. Asam ini  memiliki aroma yang khas. Ia sedikit larut dalam air, titik leburnya 63°C dan titik didihnya 352°C.

Reaksi hidrolisis antara trigliserida dengan air sebagai berikut:

      C3H8(COOR) 3(l)  + 3 H2O(l)    ====>     C3H8O3(l)    + 3 RCOOH(l)  

Secara umum terdapat 2 metode umum yang dapat digunakan untuk hidrolisis minyak sawit membentuk asam minyak, yaitu :

1).Metode dengan katalisator
     Reaksi hidrolisis dapat dijalankan pada tekanan atmosferis dengan bantuan katalisator asam sulfat H2SO4 pada suhu sekitar 100°C.  Konversi yang dicapai rendah dan proses pemisahan produk akan lebih sulit karena dibutuhkan alat tambahan untuk memisahkan asam sulfat yang ada.
                                                                                                                  ( Ernesto Bernardini, 1982 )
2).Metode tanpa katalisator
       Dengan kondisi operasi :
       Suhu : 190°C–255°C
       Tekanan : 45 atm
       Fase : Cair
      Reaksi hidrolisis dijalankan pada tekanan 45 atm dengan suhu operasi sekitar 250°C. Konversi hidrolisis dapat mencapai 98%. Dengan reaktor yang berbentuk kolom tinggi Splitting tower  maka akan langsung terpisahkan antara fase asam lemak fatty acid dengan fase gliserol-air. Untuk mendapatkan asam palmitat dari campurannya dengan asam lemak yang lainnya yang terdapat pada hasil hidrolisis, dilakukan dengan menara distilasi/fraksinasi yang dioperasikan pada tekanan vakum.
                                                                                                                    ( Ernesto Bernardini, 1982 )

Kamis, 30 Oktober 2014

© Manufacture of Oleic Acid from Palm Oil


Asam lemak adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil.  Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan  merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak  jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom  karbon penyusunnya, sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara atom-atom  karbon  penyusunnya. Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena lebih reaktif dan merupakan antioksidan di dalam tubuh. Salah satu jenis asam lemak tak jenuh adalah asam oleat, merupakan asam lemak tak jenuh yang paling banyak ditemukan di hampir seluruh bahan makanan baik hewani maupun nabati.
Asam oleat dinamakan demikian karena berasal dari olein, atau olive oil karena asam oleat merupakan komponen utama penyusun minyak zaitun. Asam oleat dapat dikategorikan sebagai asam lemak esensial yang berarti kehadirannya dibutuhkan oleh tubuh namun asam oleat tidak dapat diproduksi di dalam tubuh dan hanya bisa didapat melalui sumber eksternal tubuh.
Asam oleat  merupakan salah satu bahan dasar dan bahan antara  dalam industri kimia. Di Indonesia asam oleat digunakan dalam industri minuman, seperti pembuatan susu,  industri sabun dan deterjen,  kosmestik,  minyak goreng, dan   industri bahan makanan. Selain itu dalam turunannya asam oleat pada beberapa industri kimia juga digunakan sebagai plasticizers, solven, pelumas dan agent untuk pengolahan air.

REAKSI KIMIA

          Asam oleat dapat dihasilkan dari fraksinasi asam lemak  yang diperoleh dari proses pengubahan minyak menjadi asam lemak. Dalam hal ini proses yang digunakan adalah proses hidrolisis.  
Dalam industri asam oleat banyak digunakan sebagai  surface  active, emulsifier , dan dalam  produk - produk kosmetika. Asam oleat pada suhu  ruang berupa cairan kental  dengan warna kuning pucat atau  kuning kecokelatan. Asam ini  memiliki aroma yang khas. Ia tidak larut dalam air, titik leburnya 14°C dan titik didihnya 360°C.

Reaksi hidrolisis antara trigliserida dengan air  sebagai berikut:


      C3H8(COOR) 3(l)  + 3 H2O(l)    ====>     C3H8O3(l)    + 3 RCOOH(l)  

            Secara umum terdapat 2 metode umum yang dapat digunakan untuk hidrolisis minyak sawit membentuk asam minyak, yaitu :
1)   Metode dengan katalisator
Reaksi  hidrolisis dapat dijalankan pada tekanan atmosferis dengan bantuan katalisator asam sulfat H2SO4  pada suhu sekitar 100°C.  Konversi yang dicapai rendah dan proses pemisahan produk akan lebih sulit karena dibutuhkan alat tambahan untuk memisahkan asam sulfat yang ada.
 ( Ernesto Bernardini, 1982 )
  2)  Metode tanpa katalisator
Dengan kondisi operasi :
      Suhu                : 190°C – 255°C
      Tekanan           : 45 atm
      Fase                 : Cair
      Reaksi  hidrolisis dijalankan pada tekanan 45 atm dengan suhu operasi sekitar 250°C. Konversi hidrolisis dapat mencapai 98%. Dengan reaktor yang berbentuk kolom tinggi Splitting tower  maka akan langsung terpisahkan antara fase asam lemak fatty acid dengan fase gliserol-air. Untuk mendapatkan asam oleat dari campurannya dengan asam lemak yang lainnya yang terdapat pada hasil hidrolisis, dilakukan dengan menara distilasi/fraksinasi yang dioperasikan pada tekanan vakum.

( Ernesto Bernardini, 1982 )

Kamis, 23 Oktober 2014

© Manufacture of Minyak Jagung (Edible oil) dari Biji Jagung

Saat ini penyakit jantung merupakan penyebab kematian terbesar di dunia, termasuk di Indonesia. Penyakit jantung disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah akibat terjadi pengapuran dinding pembuluh darah. Pengapuran ini disebabkan timbunan asam lemak jenuh di dinding pembuluh darah. Asam lemak jenuh ini banyak didapat akibat sering mengkonsumsi minyak atau lemak yang banyak mengandung asam lemak jenuh, seperti minyak kelapa, daging, lemak hewan, dan lain-lain.
      Namun informasi bahwa minyak kelapa dan minyak sawit menyebabkan banyak penyakit, hal ini perlu diteliti ulang karena bisa jadi hanya akal-akalan orang barat agar produksi minyak kelapa dan minyak sawit kita ditolak dunia. Faktanya banyak penyakit yang bisa disembuhkan oleh minyak kelapa termasuk penyakit degenerative. 
      Salah satu sumber yang bisa dimanfaatkan untuk membuat minyak yang kaya akan kandungan lemak tak jenuh adalah jagung. Produksi jagung dunia saat ini menduduki tempat ketiga setelah kedelai dan gandum.Edible oil merupakan minyak yang siap diolah untuk berbagai keperluan, seperti minyak sayur, margarine, minyak goreng, saus, dll. Edible oil dari jagung di dunia, dijual dengan premium price dikarenakan produksinya yang terbatas. Keunggulannya mudah dicerna, sumber asam lemak assensial dan vitamin E serta kaya akan kandungan asam lemak tak jenuh, yang memegang peranan penting dalam membantu mengatur tekanan darah dan menurunkannya.
      Nilai tambah penggunaan jagung di Indonesia tergolong rendah. Sebagian besar konsumsinya untuk pakan ternak, selebihnya untuk tepung maizena, dan makanan ringan. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah jagung antara lain dengan mengekstraksi minyak didalamnya atau menfermentasikan starch menjadi alkohol.
        Pendirian pabrik ini selain untuk meningkatkan nilai guna biji jagung, juga untuk menambah devisa negara yang saat ini sangat dibutuhkan dan dengan pendirian pabrik ini diharapkan mampu membuka lapangan kerja dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Orientasi pasar untuk produk ini adalah di ekspor.


REAKSI KIMIA
Proses pengolahan minyak jagung dari biji jagung adalah proses fisis yang tidak melibatkan reaksi kimia dalam pembentukan minyak jagung. Minyak jagung sudah ada dalam biji jagung hanya tinggal dikeluarkan dengan cara dipress/ditekan. Dan untuk memisahkan dari ampasnya dilakukan dengan cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut organik hidrocarbon.
     Reaksi kimia dalam pabrik Edible oil dari biji jagung hanya ada di tangki neutralizer yaitu proses penyabunan kandungan free fatty acid (FFA) yang terdapat dalam minyak dengan senyawa basa sodium hidroksida. Sedangkan pengambilan minyaknya sendiri hanya melalui proses ekstraksi dengan menggunakan solven normal hexane tanpa adanya reaksi kimia, terjadi pada suhu kamar dan tekanan atmosferis. Sebagian besar proses yang terjadi hanya proses unit operasi.

Rabu, 21 Mei 2014

© Manufacture of Glycerol from Epichlorohydrin (Chloro Aceton)

Glycerol , C3H8O3 , Mr 92.09, 1,2,3-propanetriol, dikenal juga sebagai glycerin, adalah triol yang paling sederhana. Gliserol dapat ditemukan  dalam seluruh minyak dan lemak alami sebagai fatty esters dan merupakan intermediate yang penting dalam metabolism organisme hidup.
Glycerol ditemukan pada 1779 oleh scheele melalui penyabunan minyak zaitun dengan timbale oksida. Pada 1813, chevreul menunjukkan bahwa lemak merupakan ester gliserol dengan fatty acid. Dia juga memberikan nama glycerol yang dalam bahasa Yunani glukeroV  yang berarti manis.
Industri pertama glycerol terjadi pada 1866 saat Nobel menghasilkan dynamite, dimana trinitrate glycerol–nitroglycerin– yang distabilkan oleh penyerapan diatomaceous earth. Industri sintesis glycerol yang paling penting, saat penggunaan propene sebagai bahan awal., yang dikembangkan pada 1930 oleh I.G. Farben di Jerman dan oleh Shell di Amerika Serikat.
Gliserol sintetis pertama diproduksi pada tahun 1943. Metode ini menjadi mudah setelah klorinasi propena menjadi allil klorida pada suhu tinggi dapat dikontrol dengan baik. Allil klorida yang dihasilkan dioksidasi dengan hipoklorit ke dichlorohydrin, yang diubah menjadi epichlorohydrin dengan penutupan cincin oleh kalsium atau natrium hidroksida.  Hidrolisis epichlorohydrin ke gliserol dilakukan dengan natrium hidroksida atau natrium karbonat.
Glycerol sekarang digunakan dalam variasi aplikasi yang sangat luas disebabkan kombinasi tertentu dari sifat kimia dan fisik dan karena secara fisiologis tidak berbahaya. Total produksi diperkirakan (1998) mencapai 750 000 t/a; kira-kira 90% dihasilkan oleh pengolahan minyak alami atau lemak dan 10%  disintesis dari propena.
Perkembangan industri di Indonesia terutama industri kimia mengalami kemajuan dan peningkatan baik kuantitas maupun kualitasnya dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan akan bahan baku maupun bahan pembantu juga mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan diresmikannya beberapa pabrik kimia di Indonesia. Kegiatan pengembangan industri kimia di Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri akan bahan kimia dan juga sekaligus ikut memecahkan masalah ketenagakerjaan.
Salah satu jenis industri kimia yang amat besar pengaruhnya terhadap perkembangan industri yang lain di Indonesia adalah Gliserol. Industri ini berperan dalam industri pembuatan alkyd resin yang berpengaruh terhadap karakter kelembaban, kelenturan dan kelunakannya. Disamping itu juga dalam industri obat-obatan dan kosmetik, tembakau, makanan, polyethers. Juga sebagai bahan baku utma pembuatan bahan peledak trinitro gliserol (TNG).

REAKSI KIMIA


Epichlorohydrin dihydrolisis ke glycerol pada suhu 80- 200°C dengan 10-15%  larutan sodium hydroxide atau sodium carbonate pada tekanan atmospheris atau lebih tinggi. Waktu tinggal dalam satu atau beberapa reactor yang bekerja secara kontinyus adalah beberapa menit atau beberapa jam tergantung pada pabrik bersangkutan. Yield untuk larutan encer gliserol (10-25%) > 98%.
Proses reaksi hidrolisis antara epichlorohydrin dengan sodium hidroksida dijalankan pada suhu 95°C tanpa katalisator. Reaksi bersifat eksotermis, sehingga untuk menjaga suhu reaksi tetap sebesar 95°C diperlukan air pendingin untuk mengambil panas reaksi yang timbul. Menurut US Patent No.2838574 dan Faih-Keyes, 1975;  konversi bisa sempurna atau mendekati 100%. Untuk konversi yang besar maka dapat digunakan RATB secara seri mencapai 4 buah reaktor.
Reaksi yang terjadi dapat dituliskan dengan persamaan reaksi sebagai berikut  :






Pada saat proses pemurnian hasil untuk memisahkan gliserol dari larutan NaCl, maka penambahan senyawa isopropil alkohol diperlukan yang bertindak sebagai solven bagi gliserol, Dengan penambahan isopropil alkohol maka gliserol akan larut ke dalamnya sehingga larutan garam dapat dipisahkan dari gliserol tanpa banyak gliserol yang terikut larutan garam.
Jika hasil slurry yang keluar evaporator langsung dipisahkan di centrifuge, maka masih banyak kandungan NaCl dalam fase larutan yang akhirnya pemisahan lebih lanjut terhadap gliserol perlu dilakukan lagi. Dengan penambahan isopropil alkohol maka diharapkan kelarutan NaCl yang masih besar akan jadi berkurang, sehingga semuanya dapat dipisahkan dari campurannya dengan gliserol.

Selasa, 20 Mei 2014

© Manufacture of Epichlorohydrin from Dichlorohydrin

Salah satu bahan baku antara (intermediet) yang banyak digunakan adalah epiklorohidrin. Epiklorohidrin digunakan untuk pembuatan gliserol, resin, dan lainnya. Epiklorohidrin dengan rumus kimia C3H5ClO (1-chloro-2,3-epoxy-propane) adalah cairan tak berwarna yang bersifat mudah terbakar, beracun, larut dalam bahan pelarut organik dan sedikit larut dalam air  (6.6 wt % pada 20 °C)
Epiklorohidrin banyak digunakan sebagai :
  1. Bahan dasar pembuatan karet
  2. Pembuatan sintesis dari gliserol monoklorohidrin (obat)
  3. Bahan baku intermediate dari produk gliserol antara lain untuk pembuatan kosmetik, sabun, dan pasta gigi.
  4. Sebagai ion-exchanger resins untuk water treatment
  5. Sebagai surface active agent pada deterjen
Aplikasi kegunaan lainnya meliputi zat tahan karat dan perekat lapisan, pembasmi 

REAKSI KIMIA


Pembuatan epiklorohidrin dapat dilakukan dengan mereaksikan diklorohidrin dengan natrium hidroksida, dengan reaksi sebagai berikut:
            ( Diclorohidrin: C3H6Cl2O )           ( Epiclorohidrin: C3H5ClO )

         ( Diclorohidrin: C3H6Cl2O )              ( Gliserol: C3H8O3 )

Suhu reaksi sekitar 70-100°C dengan tekanan atmosferis. Reaksi antara diklorohidrin dan natrium hidroksida akan membentuk epiklorohidrin, natrium klorida dan air. Juga ada reaksi samping berupa pembentukan gliserol. Konversi bisa mencapai 95% didasarkan atas diklorohidrin.
Diklorohidrin dalam air mempunyai kelarutan 15.6 wt % pada 20°C sedangkan epiklorohidrin mempunyai kelarutan 6.6 wt % pada 20°C. Dengan titik didih epichlorohidrin sebesar 117°C dan sebagiannya larut dalam air maka akan relative sulit memisahkan air dari produk epichlorohidrin tanpa ada tambahan zat bantu yang dapat memisahkan atau mengecilkan kelarutan epichlorohidrin dalam air. Untuk itu ditambahkan senyawa C3H5Cl3 Trichloro propane sebagai solven yang akan mengambil epichlorohidrin dan dichlorohidrin dari dalam fase air sehingga mudah dipisahkan di Decanter dan kehilangan epichlorohidrin karena ikut terbuang bersama air dapat dikecilkan.
Kelarutan ini sendiri berlaku jika di dalam sistem cuma ada air dan senyawa clorohidrin. Tetapi jika di dalam sistem ada solven yang lain dalam hal ini adalah C3H5Cl3 trichloro propane maka kelarutannya akan berubah dimana clorohidrin lebih mudah larut dalam C3H5Cl3 dibandingkan di dalam air. Trichloro propane C3H5Cl3  diumpankan ke dalam reactor bersama reaktan, sehingga epichlorohidrin yang terbentuk akan masuk ke fase organiknya C3H5Cl3 dan mudah dipisahkan dari air di alat berikutnya.

Senin, 05 Mei 2014

© Manufacture of Ethylene Dibromide from Ethylene and Bromine


Ethylene dibromide, 1,2-dibromoethane, BrCH2CH2Br, dibuat dengan menambahan bromine ke ethylene tanpa katalisator. Pasar terbesar untuk ethylene dibromide adalah dalam bensin. Ini bertindak sebagai pengambil alkyls timbal dan mencegah penumpukan timah oksida dalam mesin mobil. Penggunaan ini, berjumlah sekitar 35-40% dari konsumsi bromin Amerika Serikat pada tahun 1981, telah menurun sejak tahun 1974 untuk mengurangi jumlah timbal di atmosfer. Produksi kontinyu mobil dengan non-timbal dan kebijakan konservasi akan lebih dari mungkin mengakibatkan penurunan lebih lanjut.
Aplikasi besar yang lainnya untuk ethylene dibromide adalah untuk fumigasi tanah dan ruang, dan fumigasi pasca panen buah. Itu digunakan sebagai pengganti DBCP (1,2-dibromo-3-chloropropane), BrCH2CHBrCH2Cl, yang dilarang oleh EPA (Environmental Protection Agency) pada akhir tahun 1970 karena paparan tempat kerja menyebabkan azoospermia; Itu diterapkan untuk mengendalikan hama, seperti nematoda tanah, tikus, dan sebagian besar spesies serangga. Pada akhir tahun 1983 EPA mengambil tindakan darurat untuk membatalkan pendaftaran pestisida untuk formulasi ethylene dibromide yang digunakan di sebagian besar aplikasi fumigasi tanah di Amerika Serikat karena pencemaran air tanah. Beberapa menggunakan fumigasi kecil diizinkan untuk melanjutkan, tetapi volume dominan etilen dibromide digunakan dalam fumigasi tanah akan berhenti.
Jumlah yang lebih kecil dari etilena dibromide digunakan sebagai reaksi antara dalam pembuatan bahan kimia lainnya, seperti monomer reaktif tahan api, vinyl bromide.. Sejumlah kecil digunakan sebagai pelarut high density yang tidak mudah terbakar dalam berbagai aplikasi.

REAKSI KIMIA

Reaksi brominasi ethylene selain membentuk senyawa ethylene dbromide juga membentuk produk samping tribromo ethane (TBE) dan juga asam bromida. Reaksi dijalankan di dalam Reaktor Gelembung, dimana umpan ethylene dalam fase gas dan bromine umpan dalam fase cair. Di dalam reactor sendiri sudah ada larutan ethylene dibromide (EDB) yang terbentuk oleh reaksi sehingga reaksi selanjutnya berjalan baik.

Reaksi fase gas:
C2H4    +       Brl2   ===>  C2H4Br2
C2H4    +    2 Br2   ===>  C2H3Br3   +    HBr
Konversi total ethylene bisa mencapai 99.5% dimana sebagian membentuk produk samping tribromoetane. Kondisi operasi di reactor dipertahankan 85°C dan tekanan 4 atm. Reaksi bersifat eksotermis sehingga diperlukan pendinginan dengan air untuk menjaga suhu reaksi tetap 85°C. Umpan bromine dibuat berlebih dibandingkan ethylene, dan sisa bromine tidak bereaksi bisa direcycle.

Minggu, 04 Mei 2014

© Manufacture of Ethylene Dichloride from Ethylene and Chlorine


Sinthesis pertama ethylene dichloride, EDC  (1,2-dichloroethane) terjadi pada 1795. Saat ini ethylene dichloride adalah bahan kimia dengan kecepatan produksi paling tinggi. Kecepatan pertumbuhan rata-rata  > 10 % yang dicapai selama 20 tahun terakhir.
Meskipun tingkat pertumbuhan menurun selama beberapa tahun terakhir, dalam jangka panjang ethylene dichloride akan mempertahankan posisi terdepan di antara bahan kimia organik terklorinasi karena penggunaannya sebagai bahan awal untuk produksi polivinilklorida. Ethylene dichloride adalah cairan bening pada suhu kamar, yang mudah larut dalam semua hidrokarbon terklorinasi dan dalam pelarut organik yang paling umum.
Ethylene dichloride yang diproduksi industri oleh klorinasi etilena. Klorinasi ini baik dapat dilakukan dengan menggunakan klorin ( klorinasi langsung ) atau hidrogen klorida ( oxychlorination ) sebagai agen pengklorinasi.
Dalam prakteknya , kedua proses tersebut dilakukan bersama-sama dan secara paralel karena sebagian pabrik besar EDC yang terhubung ke unit vinil klorida ( VCM ) dan proses oxychlorination digunakan untuk menyeimbangkan hidrogen klorida yang diperoleh dari produksi VCM. Tergantung pada rasio produksi EDC / VCM dari pabrik terpadu. Tambahan kelebihan hidrogen klorida dari proses lain seperti chlorinolysis (produksi perkloroetilena dan tetrachloromethane),  atau 1,1,1-trichloroethane (1,1,1-Trichloroethane dari 1,1-Dichloroethane) dapat dimasukkan ke tahap oxychlorination untuk balancing yang tepat dalam recovery klorin. 

 ( Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, 6 Edition,2002 )

REAKSI KIMIA

Reaksi klorinasi ethylene selain membentuk senyawa ethylene dichloride juga membentuk produk samping trichloro ethane (TCE) dan juga asam chlorida. Reaksi akan berlangsung baik dengan adanya senyawa Ethylene Dibromide (EDB) C2H4Br2 yang bertindak sebagai katalisator dalam system reaksi.

Reaksi fase gas:
C2H4    +       Cl2   ===>  C2H4Cl2
C2H4    +    2 Cl2   ===>  C2H3Cl3   +    HCl

Konversi total chlorine hampir sempurna dimana sekitar 5% membentuk produk samping trichloroetane. Suhu reaksi bisa naik ekstrim sehingga diperlukan pendinginan yang efektif sehingga suhu tidak tiba-tiba naik tinggi terutama pada konversi awal. Hal ini terjadi karena umpan ethylene dan chlorine equamolar, jika umpan ethylene dibuat excess maka suhu reaksi bisa lebih dikontroll. Kondisi tekanan operasi adalah atmosferis dengan suhu sekitar 50-175°C.

© Manufacture of Propylene Dichloride from Propilen and Chlorine

Propylene dichloride, 1,2-dichloropropane, CH2Cl-CHCl-CH3 , Mr 112.99, adalah senyawa organic yang masuk kategori  chlorocarbon. Zat cair tidak berwarna, mudah  terbakar dan berbau manis. Umumnya diperoleh sebagai hasil samping pembuatan  epichlorohydrin, yang skala besar.
1,2-Dichloropropane adalah intermediate dalam produksi perchloroethylene dan senyawa kimia terchlorinasi lainnya. Zat ini pernah digunakan sebagai fumigan tanah, kimia intermediate, serta pelarut industri kimia dan ditemukan pada cat, pernis, dan finishing mebel tetapi beberapa kegunaan ini telah dihentikan.

Propylene dichloride bercampur (larut) dengan sebagian besar pelarut organic, seperti alcohol, ester dan keton serta dengan aromatic, alifatik dan diklorinasi hidrokarbon. Sifat kimia propylene dichloride adalah stabil pada suhu kamar tetapi mengalami dehydrochlorinasi oleh panas atau catalytic cracking menjadi allyl chloride dan 1-chloro-1-propena. Oleh NaOH dapat dehydrochlorinasi membentuk terutama 1-chloro-1-propena ( isomer 45% cis dan 55%  trans ).
Produksi propylene dichloride adalah produk sampingan dalam sintesis oleh proses chlorohidrin yang penting oleh bahan kimia intermediate propilene oksida (1,2-epoxypropane ). Propylene dichloride diperoleh dalam jumlah kecil sebagai produk sampingan dalam sintesis industri alil klorida . Sintesis langsung misalnya dengan penambahan klorin untuk propena saat ini tidak dilakukan.
Spesifikasi kualitas dan analisis kimia.
Propylene dichloride digunakan baik dalam produk kotor ataupun produk grade komersial. Produk kotor digunakan terutama sebagai perantara bahan kimia untuk produksi perchlorohydrocarbons. Produk grade komersial memiliki berbagai suhu didih 95-99°C pada 101,3 kPa ( 1013 mbar ) dan kadar air di bawah 0,1 % berat. Analisis kualitas dilakukan dengan kromatografi gas .
Penyimpanan dan Transportasi
Tindakan pencegahan yang biasa untuk cairan mudah terbakar harus diperhatikan dengan propylene dichloride. Senyawa ini dapat disimpan selama beberapa bulan , tetapi harus dilindungi dari panas, cahaya , kelembaban dan udara . Oleh karena itu, dianjurkan bahwa produk akan diselimuti dengan nitrogen.  Baja karbon adalah bahan yang cocok untuk wadah penyimpanan asalkan konsentrasi asam dan air dalam produk rendah . Karatan dapat meningkatkan jumlah warna; namun ini adalah masalah yang dapat dihindari dengan menggunakan stainless steel . Logam ringan seperti aluminium, magnesium, dan alloy mereka, dapat bereaksi dengan propylene dichloride. Bahan yang digunakan untuk gasket Teflon, Hostaflon, atau IT – 400-C dapat digunakan tetapi bahan-bahan seperti PVC, perbunane, polyethylene, polypropylene, dan karet tidak cocok.
Penggunaan
Penggunaan yang paling penting dari propylene dichloride adalah sebagai perantara dalam sintesis perkloroetilena dan tetrachloromethane. Propylene dichloride adalah pelarut yang baik untuk lemak, minyak, resin, dan lak. Sangat cocok untuk ekstraksi, pembersihan, degreasing, dan operasi dewaxing dalam industri kimia dan teknik. Karena membentuk azeotrop dengan air pada 78°C, dapat digunakan untuk menghilangkan air dari larutan organik.
Propylene dichloride melarutkan bitumen dan tar aspal. Hal ini digunakan untuk mendorong adhesi lapisan aspal, dan sangat cocok untuk produksi kertas atap, bahan isolasi, dan semir sepatu. Dalam kombinasi dengan 1,3-dichloropropene dapat digunakan sebagai fumigan tanah untuk nematoda.
Propylene dichloride berlaku sebagai pemulung utama untuk cairan antiknock, dan digunakan dalam kilang minyak bumi dalam proses Platforming untuk menyesuaikan aktivitas katalis.
( Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, 6 Edition,2002 )

REAKSI KIMIA


Reaksi klorinasi propylene selain membentuk senyawa propylene dichloride juga membentuk produk samping trichloro propan (TCP) dan juga asam chlorida.

Reaksi Fase Gas Non-Katalitik:
C3H6    +       Cl2   ===>  C3H6Cl2
C3H6    +    2 Cl2   ===>  C3H5Cl3   +    HCl
Konversi total chlorine hampir sempurna dimana sekitar 5% membentuk produk samping trichloropropan. Suhu reaksi bisa naik ekstrim sehingga diperlukan pendinginan yang efektif sehingga suhu tidak tiba-tiba naik tinggi terutama pada konversi awal. Hal ini terjadi karena umpan propylene dan chlorine equamolar, jika umpan propylene dibuat excess maka suhu reaksi bisa lebih dikontroll. Kondisi tekanan operasi adalah atmosferis dengan suhu sekitar 50-175°C.

Jumat, 02 Mei 2014

© Manufacture of Vinyl Chloride from Ethylene Dichloride

Vinyl chloride adalah senyawa organochloride dengan rumus H2C=CHCl yang juga disebut vinyl chloride monomer, VCM or chloroethene. Senyawa ini tak berwarna dan merupakan senyawakimia penting dalam industry terutama digunakan untuk menghasilkan polymer poly vinyl chloride (PVC). Kira-kira 13 juta ton diproduksi setiap tahun. VCM masuk dua puluh bahan petrokimia terbesar produksi dunia. China adalah pembuat terbesar dan juga pemakai terbesar dari VCM.
Vinyl chloride adalah gas dengan bau manis, sangat beracun, mudah terbakar, dan karsinogenik. Vinil klorida yang dilepaskan oleh industri atau dibentuk oleh kerusakan bahan kimia yang terklorinasi bisa masuk ke udara dan pasokan air minum. Vinyl chloride adalah kontaminan yang umum ditemukan di dekat tempat pembuangan sampah. Pada massa lalu VCM digunakan sebagai refrigeran.

Pentingnya vinil klorida hasil dari meluasnya penggunaan poli (vinil klorida), salah satu polimer yang paling penting. Sintesis pertama dari vinil klorida pada tahun 1830-1834 ketika V.REGNAULT memperolehnya dengan dehydrochlorinating 1,2-dikhloroetana dengan kalium beralkohol. Pada tahun 1902, diperoleh oleh BILTZ dengan thermal cracking dari senyawa yang sama. Namun, pada saat itu, ilmu dan teknologi polimer belum canggih, sehingga penemuan ini tidak mengakibatkan konsekuensi industri atau komersial. Kerja dasar dari F.KLATTE atas polimerisasi senyawa vinylic memunculkan produksi industri vinil klorida pada 1930-an.
Vinyl chloride yang diperoleh oleh KLATTE pada 1912 melalui hydrochlorination katalitik acetylene. Rute ini hampir secara eksklusif digunakan selama hampir 30 tahun. Karena tingginya kebutuhan energi untuk produksi asetilena, penggantian dengan pengganti yang lebih murah adalah tantangan untuk waktu yang lama.
Pada 1940-1950, acetylene dapat digantikan sebagian oleh ethylene, dimana vinil klorida diproduksi oleh klorinasi langsung ke 1,2-dikhloroetana dan berikutnya thermal cracking. Unit produksi pertama yang besar untuk rute ini dilakukan oleh Dow Chemical Co., Monsanto Chemical Co. dan Shell Oil Co. Pergantian lengkap untuk penggunaan eksklusif etilena sebagai bahan baku menjadi mungkin ketika oxychlorination skala besar etilena dengan 1,2-dikhloroetana telah terbukti secara teknis layak (Dow Chemical, 1955 – 1958).
Dengan menggunakan plasticizer dan karena efisiensi energi yang tinggi, PVC telah menjadi salah satu industry polimer yang paling penting. Meskipun merupakan salah satu polimer tertua, kesiapan persediaan, produksi relatif murah oleh pabrik besar, dan pembangunan berkelanjutan dari formulasi baru dengan penggunaan yang luas menjadi daya tarik di masa depan. Beberapa pabrik VCM dibangun sebelum tahun 1986. Karena situasi bahan baku dan pasar, pabrik baru akan terletak terutama di negara-negara penghasil minyak atau di negara-negara berkembang.


( Ullmann's Encyclopedia of Industrial Chemistry, 6 Edition,2002 )

REAKSI KIMIA

Reaksi perengkahan cracking 1,2-dichloroethane dapat dikerjakan dalam fase cair maupun gas. Dalam fase cair dehydrochlorination atas 1,2-dichloroethane tidak penting secara industry karena chlorine yang mahal akan hilang sebagai garam ketika 1,2-dichloroethane ditreatmen dengan larutan alkali.

CH2Cl-CH2Cl + NaOH  ===>  CH2=CHCl + NaCl + H2O

Selain itu, aliran air proses untuk dibuang menimbulkan masalah lingkungan yang parah atau membutuhkan pretreatment yang luas. Meskipun reaksi dehidroklorinasi yang baik dapat dicapai dengan perkembangan terakhir menggunakan katalis phasetransfer, proses ini tidak cocok atau tidak ekonomis untuk produksi skala besar. 
Dehidroklorinasi fase gas adalah rute paling penting industri untuk produksi vinil klorida. Hal ini dapat dilakukan sebagai reaksi pirolitik murni atau dengan adanya katalis. Proses noncatalyzed digunakan oleh sebagian besar produsen vinil klorida (misalnya, Dow Chemical, Ethyl, BF Goodrich, Hoechst, ICI, Mitsui Toatsu, Monsanto, Stauffer), sedangkan hanya beberapa produsen (misalnya, Wacker) menggunakan catalytic cracking. Peningkatan desain furnace untuk reaksi non-katalitik telah membuat konversi dan hasil yang sebanding dengan yang diperoleh oleh catalytic cracking. Karena melepaskan katalis memakan waktu, periode shutdown yang jauh lebih lama untuk furnace katalitik dan katalis sendiri merupakan faktor tambahan biaya, sehingga perengkahan termal murni mungkin saat ini adalah proses yang lebih ekonomis. Noncatalytic

Reaksi Fase Gas Non-Katalitik:

 CH2Cl-CH2Cl   ===>  CH2=CHCl + HCl

Proses cracking termal 1,2-dichloroethane dengan menggunakan panas dijalankan pada kondisi tekanan 5 atm dan suhu 450-550°C. Reaksi berlangsung secara endotermis dengan konversi 1,2-dichloroethane sekitar 60%. Meskipun konversi rendah namun karena sisa 1,2-dichloroethane sebagian besar dapat direcycle makan akan diperoleh yield 96%. Panas yang dibutuhkan untuk terjadinya cracking diberikan oleh pemanasan bahan bakar di dalam furnace.

Selasa, 11 Februari 2014

© Manufacture of Urea Formaldehyde from Urea, Methanol and Air


Urea-formaldehida, juga dikenal sebagai urea-metanal, adalah resin thermosetting non-transparan atau plastik, terbuat dari urea dan formaldehida. Resin ini digunakan dalam perekat, MDF, dan dibentuk objek.

Pertama kali disintesis pada tahun 1884 oleh Holzer, yang bekerja sama dengan Bernhard Tollens. Pada tahun 1919, Hanns John (1891-1942) dari Praha, Cekoslowakia memperoleh paten pertama untuk resin urea-formaldehida.
Struktur kimia dari resin UF dapat digambarkan seperti polimetilena. Deskripsi ini dapat bervariasi secara linear dan bercabang. Ini dikelompokkan berdasarkan rata-rata massa molar dan isi dari group fungsional yang berbeda. Perubahan kondisi sintesis resin memberikan kemungkinan perancangan yang baik untuk struktur dan sifat resin.
Urea-Formaldehyde di mana-mana dan digunakan dalam berbagai proses manufaktur karena sifat manfaatnya. Contohnya termasuk laminasi dekoratif, tekstil, kertas, pengecoran cetakan pasir, kain tahan kerut, campuran katun, rayon, korduroi, dll Digunakan juga untuk lem kayu. Urea formaldehida umum digunakan memproduksi casing peralatan listrik (misalnya lampu meja).
Produk ini banyak dipilih sebagai perekat resin karena reaktivitas tinggi, kinerja yang baik, dan harga murah. Resin urea-formaldehida adalah kombinasi kimia dari urea dan formaldehida. Resin Amino dianggap kelas resin thermosetting yang mana resin urea-formaldehida adalah 80% diproduksi secara global. Contoh resin amino termasuk ban mobil dalam rangka meningkatkan ikatan karet untuk kain ban, kertas untuk meningkatkan kekuatan sobek, cetakan alat listrik, cetakan topi jar, dll...
Urea formaldehida juga digunakan dalam pertanian sebagai sumber control pelepasan pupuk nitrogen. Kecepatan dekomposisi urea formaldehida menjadi CO2 dan NH3 ditentukan oleh aksi mikroba yang ditemukan secara alami di sebagian besar tanah. Aktivitas mikroba tersebut, yang berarti juga kecepatan pelepasan nitrogen, bergantung pada temperatur. Suhu optimum untuk aktivitas mikroba adalah sekitar 70-90° F (sekitar 20-30°C).

REAKSI KIMIA

Reaksi antara metanol dengan udara dengan bantuan katalisator padat jenis Iron oxide-Molybdenum oxide ( Fe2O3-MoO3 ) adalah sebagai berikut :

Reaksi utama :
                       
CH3OH  +  ½  O2      ===>     HCHO +   H2O

Reaksi samping :
                       
CH3OH  +  O2           ===>    CO   + 2 H2O
                         
CH3OH  +  3/2  O2     ===>    CO2  + 2 H2O

Reaksi oksidasi metanol dengan oksigen yang berasal dari udara berlangsung pada fasa gas dengan kondisi operasi tekanan atmosferis dan suhu sekitar 300-400°C. Dengan adanya katalisator padat Iron oxide-Molybdenum oxide, maka akan diperoleh konversi (yield) yang lebih besar dari pada menggunakan katalis perak serta reaksi oksidasi yang mengarah pada pembentukan CO2 akan dapat dikecilkan efeknya. Konversi bisa mencapai 99%.

Reaksi yang terjadi di absorber: 

HCHO  +  NH2CONH2      ===>    HOCH2NHCONH2

Senin, 10 Februari 2014

© Manufacture of Xylene from Toluene

Homolog benzena dengan formula umum C8H10 umumnya dikenal sebagai campuran xilena. Campuran isomer dengan range titik didih 135-145°C terutama terdiri dari tiga isomer dimethylbenzenes dan etilbenzena:


Dengan pengecualian produksi xilena oleh disproporsionasi toluena, xilena isomer dan etilbenzena selalu diproduksi sebagai campuran dalam semua proses produksi. Namun, proporsi relatif dari isomer C8 sering sangat berbeda. 
Karena ketahanan ketukan tinggi, xilena sangat cocok untuk produksi bahan bakar motor. Dari segi kuantitas produksi bensin melebihi aromatik BTX (B= benzena, T= toluena, X= xilena) cukup jauh. Di Eropa Barat pada tahun 1995 produksi bensin 150×106 t and BTX aromatics 13.7×106 t, dimana 2.7×106 t/a adalah campuran xylene, 0.65×106 t/a o-xylene, dan 1.4×106 t/a p-xylene.
Kandungan rata-rata aromatic dalam bahan bakar motor di Eropa Barat sekitar 38%. Hubungan erat dengan produksi bensin sangat berpengaruh dengan ekonomi pemisahan campuran xylene, misalnya, untuk digunakan dalam proses kimia.
Oksidasi isomer xylene memberikan dicarboxylic acid aromatik yang sesuai. Phthalic acid dihasilkan industry dari o-xylene, isophthalic acid dari m-xylene, dan terephthalic acid dari p-xylene.
Reaksi oksidasi sebagai proses industri bisa dilakukan dalam fase gas maupun fase cair. Upaya telah dilakukan untuk memperkenalkan co-oksidasi p-xilena dengan paraformaldehyde (Toray Industries) atau asetaldehida (Eastman Kodak).
Ammonoxidasi dari m-dan p-xilena awalnya memberikan dinitril asam phthalate, yang merupakan bahan baku penting untuk produksi isosianat melalui pengurangan ke xylylenediamines.. Dinitril dapat dihidrolisis menjadi asam phthalate. Namun, langkah ini dibatasi oleh kepentingan industri dan ekonomi.
Nitrasi o- dan m-xylenes memberikan jalur ke xylidine diikuti hidrogenasi awal terbentuk isomer dimethylnitrobenzene. Xylidines digunakan sebagai intermediates dalam produksi aditif bahan pewarna dan karet.
Kemampuan isomer xylene melalui reaksi isomerisasi dan disproportionasi juga dimanfaatkan industri. Sulfonasi m-xylene dan dekomposisi berikutnya dari turunan sulfonic acid memberikan 3,5- dan 2,4-xylenols, menyediakan bahan awal untuk insektisida, herbisida, dan sebagainya.
Penggunaan bahan kimia utama meta-xilena adalah dalam pembuatan asam isophthalat, yang digunakan sebagai monomer kopolimerisasi untuk mengubah sifat dari polyethylene terephthalate (PET), PET lebih cocok untuk pembuatan botol minuman ringan. Untuk mengkonversi m-xylene pada skala industri untuk asam isophthalat, dua group metal, keduanya dioksidasi secara katalisis menjadi gugus karboksil. Hal ini juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan 2,4- dan 2,6-xylidine.

© Manufacture of m-Xylene from Mesitylene

Homolog benzena dengan formula umum C8H10 umumnya dikenal sebagai campuran xilena. Campuran isomer dengan range titik didih 135-145°C terutama terdiri dari tiga isomer dimethylbenzenes dan etilbenzena:


Dengan pengecualian produksi xilena oleh disproporsionasi toluena, xilena isomer dan etilbenzena selalu diproduksi sebagai campuran dalam semua proses produksi. Namun, proporsi relatif dari isomer C8 sering sangat berbeda. 
Karena ketahanan ketukan tinggi, xilena sangat cocok untuk produksi bahan bakar motor. Dari segi kuantitas produksi bensin melebihi aromatik BTX (B= benzena, T= toluena, X= xilena) cukup jauh. Di Eropa Barat pada tahun 1995 produksi bensin 150×106 t and BTX aromatics 13.7×106 t, dimana 2.7×106 t/a adalah campuran xylene, 0.65×106 t/a o-xylene, dan 1.4×106 t/a p-xylene.
Kandungan rata-rata aromatic dalam bahan bakar motor di Eropa Barat sekitar 38%. Hubungan erat dengan produksi bensin sangat berpengaruh dengan ekonomi pemisahan campuran xylene, misalnya, untuk digunakan dalam proses kimia.
Oksidasi isomer xylene memberikan dicarboxylic acid aromatik yang sesuai. Phthalic acid dihasilkan industry dari o-xylene, isophthalic acid dari m-xylene, dan terephthalic acid dari p-xylene.
Reaksi oksidasi sebagai proses industri bisa dilakukan dalam fase gas maupun fase cair. Upaya telah dilakukan untuk memperkenalkan co-oksidasi p-xilena dengan paraformaldehyde (Toray Industries) atau asetaldehida (Eastman Kodak).
Ammonoxidasi dari m-dan p-xilena awalnya memberikan dinitril asam phthalate, yang merupakan bahan baku penting untuk produksi isosianat melalui pengurangan ke xylylenediamines.. Dinitril dapat dihidrolisis menjadi asam phthalate. Namun, langkah ini dibatasi oleh kepentingan industri dan ekonomi.
Nitrasi o- dan m-xylenes memberikan jalur ke xylidine diikuti hidrogenasi awal terbentuk isomer dimethylnitrobenzene. Xylidines digunakan sebagai intermediates dalam produksi aditif bahan pewarna dan karet.
Kemampuan isomer xylene melalui reaksi isomerisasi dan disproportionasi juga dimanfaatkan industri. Sulfonasi m-xylene dan dekomposisi berikutnya dari turunan sulfonic acid memberikan 3,5- dan 2,4-xylenols, menyediakan bahan awal untuk insektisida, herbisida, dan sebagainya.
Penggunaan bahan kimia utama meta-xilena adalah dalam pembuatan asam isophthalat, yang digunakan sebagai monomer kopolimerisasi untuk mengubah sifat dari polyethylene terephthalate (PET), PET lebih cocok untuk pembuatan botol minuman ringan. Untuk mengkonversi m-xylene pada skala industri untuk asam isophthalat, dua group metal, keduanya dioksidasi secara katalisis menjadi gugus karboksil. Hal ini juga digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan 2,4- dan 2,6-xylidine.